MUHASABAH DIRI
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱتَّقُواْ ٱللَّهَ وَلۡتَنظُرۡ
نَفۡسٞ مَّا قَدَّمَتۡ لِغَدٖۖ وَٱتَّقُواْ ٱللَّهَۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِيرُۢ بِمَا
تَعۡمَلُونَ ١٨
“Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiapb diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan”. [Q.S.Al-Hasyr
(59):18]
v Arti Muhasabah
Muhasabah berasal dari kata hasibah yang artinya
menghisab atau menghitung.Dalam penggunaan katanya, muhasabah diidentikan
dengan menilai diri sendiri atau mengevaluasi, atau introspeksi diri. Dari firman Allah di atas
tersirat suatu perintah untuk senantiasa melakukan muhasabah supaya hari esok akan
lebih baik.
v Urgensi Muhasabah
Hari berganti hari, demikian juga dengan bulan
dan tahun. Kalau kita memperhatian pergantian waktu ini, sesungguhnya kehidupan
dunia makin lama makin menjauh sedang pada kesempatan yang sama kehidupan
akhirat makin mendekat.
Kita perhatikan keadaan di lingkungan tempat
kita kerja dan di tengah keluarga, apakah masih tetap? Secara jujur kita harus
jawab tidak, kemana mereka? Sebagian karena sudah meninggal, Apakah yang
meninggal hanya mereka? Jawabnya tentu tidak. Kitapun pasti akan meninggal.
Firman Allah dalam Al-Qur’an :
كُلُّ
نَفۡسٖ ذَآئِقَةُ ٱلۡمَوۡتِۗ......... ١٨٥
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati
“ (Q. S. Ali Imran.(3) : 185),
Kemudian sesudah mati kita akan dihidupkan
kembali, sebagaimana firman-Nya :
...إِنَّكُم
مَّبۡعُوثُونَ مِنۢ بَعۡدِ ٱلۡمَوۡتِ... ٧
”Sesungguhnya kamu akn dibangkitkan sesudah
mati “ (Q.
S. Huud, 11 : 7)
Untuk apa? Untuk mempertanggung jawabkan semua
amal perbuatan kita, baik yang burhubungan dengan ibadah maupun amaliah.
Maka dalam melakukan muhasabah, seorang muslim
menilai dirinya, apakah dirinya lebih banyak berbuat baik ataukah lebih banyak
berbuat kesalahan dalam kehidupan sehari-harinya. Dia mesti objektif melakukan
penilaiannya dengan menggunakan Al Qur’an dan Sunnah sebagai dasar penilaiannya
bukan berdasarkan keinginan diri sendiri.
Oleh karena itu melakukan muhasabah atau
introspeksi diri merupakan hal yang sangat penting untuk menilai apakah amal
perbuatannya sudah sesuai dengan ketentuan Allah. Tanpa introspeksi, jiwa
manusia tidak akan menjadi baik.
Imam Turmudzi meriwayatkan ungkapan Umar bin
Khattab dan juga Maimun bin Mihran mengenai urgensi muhasabah. Umar r.a. mengemukakan: “Hisablah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan berhiaslah
(bersiaplah) kalian untuk akhirat (yaumul hisab).
Al-Hasan mengatakan: “Orang-orang mumin
selalu mengevaluasi dirinya karena Allah. Dan bahwasanya hisab itu akan menjadi
ringan pada hari kiamat bagi orang yang menghisab (evaluasi) dirinya di dunia”.
Maimun bin Mihran r.a. menyampaikan:“Seorang
hamba tidak dikatakan bertakwa hingga ia menghisab dirinya sebagaimana dihisab
pengikutnya dari mana makanan dan pakaiannya”.
Urgensi lain dari muhasabah adalah karena
setiap orang kelak pada hari akhir akan datang menghadap Allah SWT.
sendiri-sendiri untuk mempertanggung jawabkan segala amal perbuatannya. Firman
Allah: “Dan tiap-tiap mereka akan datang kepada Allah pada hari kiamat
dengan sendiri-sendiri.” [QS. Maryam (19): 95]
v Aspek - Aspek yang perlu di-Muhasabah
Firman Allah:
وَمَا
خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Tidaklah Aku menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka
beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyaat [51]: 56)
Berdasarkan ayat di atas, maka yang harus
dimuhasabahi meliputi seluruh aspek kehidupan kita, baik yang berhubungan
dengan Allah (ubudiyah) maupun hubungan dengan sesama manusia (muamalah)
yang mengandung nilai ibadah. Aspek - aspek tersebut diantaranya adalah:
a.
Aspek Ibadah yang berhubungan dengan Allah
Dalam pelaksanaan ibadah ini harus sesuai
dengan ketentuan dalam Al-Quran dan Rosul-Nya. Dalam hal ini Rasulluh SAW telah
bersabda : “Apabila ada sesuatu urusan duniamu, maka kamu lebih
mengetahui. Dan apabila ada urusan agamamu, maka rujuklah kepadaku “.(HR.
Ahmad)
b.
Aspek Pekerjaan & Perolehan Rizki
Aspek kedua ini sering dilupakan bahkan ditinggalkan
dan ditakpedulikan. Karena aspek ini diangggap semata-mata urusan duniawi yang
tidak memberikan pengaruh pada aspek ukhrawinya. Dalam sebuah hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Tidak
akan bergerak telapak kaki ibnu Adam pada hari kiamat, hingga ia ditanya
tentang 5 perkara; umurnya untuk apa dihabiskannya, masa mudanya kemana
dipergunakannya, hartanya darimana ia memperolehnya dan ke mana
dibelanjakannya, dan ilmunya sejauh mana pengamalannya."(HR. Turmudzi)
c.
Aspek Kehidupan Sosial
Aspek kehidupan sosial dalam arti hubungan
muamalah, akhlak dan adab dengan sesama manusia. Karena kenyataannya aspek ini
juga sangat penting sebagaimana yang digambarkan Rasulullah saw. dalam sebuah
hadits, Rasulullah saw. bersabda: "Tahukah kalian siapakah orang yang
bangkrut itu?" Sahabat menjawab: “Orang yang bangkrut diantara
kami adalah orang yang tidak memiliki dirham dan tidak memiliki perhiasan.”
Kemudian Rasulullah saw. bersabda: Orang yang bangkrut dari umatku
adalah orang yang datang pada hari kiamat dengan (pahala) shalat, puasa dan
zakat, namun ia juga datang dengan membawa (dosa), menuduh, mencela, memakan
harta orang lain, memukul (mengintimidasi) orang lain. Maka orang-orang tersebut diberikan pahala kebaikan-kebaikan
dirinya. Hingga manakala pahala kebaikannya telah habis, sebelum tertunaikan
kewajibannya, diambillah dosa-dosa mereka dan dicampakkan pada dirinya, lalu
dia pun dicampakkan ke dalam api neraka. (HR. Muslim)
Apabila melalaikan aspek ini, maka pada akhir
khayatnya orang akan membawa pahala amal ibadah yang begitu banyak, namun
bersamaan dengan itu, ia juga membawa dosa yang terkait dengan interaksinya
yang negatif terhadap orang lain.
d.
Aspek Dakwah
Aspek ini sesungguhnya sangat luas untuk
dibicarakan. Karena menyangkut
dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari dakwah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.
dakwah dalam segala aspek; sosial, politik, ekonomi, dan juga substansi dari dakwah itu sendiri mengajak orang pada kebersihan jiwa, akhlaqul karimah, memakmurkan masjid, menyempurnakan ibadah, mengklimakskan kepasrahan abadi pada ilahi, banyak istighfar dan taubat dsb.
Tetapi yang cukup urgens dan sangat
substansial pada evaluasi aspek dakwah
ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala
fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan. Jangan sampai sebuah "jamaah" dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.
ini yang perlu dievaluasi adalah, sudah sejauh mana pihak lain baik dalam skala
fardi maupun jama’i, merasakan manisnya dan manfaat dari dakwah yang telah sekian lama dilakukan. Jangan sampai sebuah "jamaah" dakwah kehilangan pekerjaannya yang sangat substansial, yaitu dakwah itu sendiri.
Evaluasi pada bidang dakwah ini jika
dijabarkan, juga akan menjadi lebih
luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi
dakwah dalam bidang dakwah "ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi,
evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb.
luas. Seperti evaluasi dakwah dalam bidang tarbiyah dan kaderisasi, evaluasi
dakwah dalam bidang dakwah "ammah, evaluasi dakwah dalam bidang siyasi,
evaluasi dakwah dalam bidang iqtishadi, dsb.
Pada intinya, dakwah harus dievaluasi, agar
harakah dakwah tidak hanya menjadi
simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari
nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah - mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi
bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku,
aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [QS. Yusuf (12): 108]
simbol yang substansinya telah beralih pada sektor lain yang jauh dari
nilai-nilai dakwah itu sendiri. Mudah - mudahan ayat ini menjadi bahan evaluasi
bagi dakwah yang sama-sama kita lakukan: Katakanlah: "Inilah jalan (agama) ku,
aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata, Maha Suci Allah, dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik". [QS. Yusuf (12): 108]
v Muhasabah dapat diraih dengan melakukan hal-hal berikut:
1.
Melakukan perbandingan sehingga menjadi terlihat kelalaian yang
selama ini belum disadari.
2.
Memikirkan kelemahan yang ada dalam diri.
3.
Hendaknya ditanamkan dalam diri rasa takut kepada Allah SWT.
4.
Menanamkan ke dalam dirinya perasaan bahwa dirinya selalu diawasi
oleh Allah dan bahwa Allah melihat semua yang tersembunyi dalam dirinya, karena
sesungguhnya tiada sesuatu pun yang tersembunyi dari pengetahuan Allah. Seperti yang tersirat dalam
firman-Nya: “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan
manusia dan mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, dan Kami lebih dekat
kepadanya dari pada urat lehernya”[QS. Qaaf (50):16]
v Bagaimana cara yang mudah untuk berMuhasabah?
Setelah selesai shalat Isya, atau sebelum
tidur, melakukan evaluasi perilaku atau perbuatan yang telah dijalani, mulai
dari pagi sampai dengan sore hari.
1.
Mulailah dengan hal-hal yang berkaitan dengan rukun islam dan
rukun iman.
2.
Kemudian mengingat hal-hal yang berkaitan dengan sesama manusia
seperti orang tua kita, istri, suami, anak, saudara, tetangga, teman di
tempat kerja dll.
3.
Akuilah kegagalan-kegagalan dalam mengatasi ujian Allah sepanjang
hari, beristigfarlah kepada Allah, bertaubatlah kepada-Nya. Semoga Allah
berkenan menerima taubat kita, lalu berniatlah untuk tidak mengulangi
kesalahan-kesalahan tersebut dan tekadkan niat kita bahwa besok akan tampil
lebih baik lagi.
4.
Jika ternyata kita ada masalah dengan sesama manusia maka kita
harus berani minta maaf dan mintalah kerelaan mereka.
v Kapan seharusnya kita memulai muhasabah?
Pengalaman menunjukkan bahwa kita sama sekali
tidak tahu kapan, dimana sedang apa seseorang menemui kematiannya, karena itu
sudah semestinya kita lakukan sejak sekarang. Dan barangsiapa yang melakukan
introspeksi diri hari ini, niscaya dia akan memperoleh keamanan hari esoknya
v Apa manfaat muhasabah?
Manfaat dari muhasabah ini adalah jika Allah
takdirkan kita meninggal malam itu maka kita akan menghadap kehadirat-Nya dalam
keadaan telah bertaubat. Akan tetapi jika kita ditakdirkan bisa menghirup udara
segar pada esok harinya, maka kita akan mendapatkan manfaat diantaranya, kita
akan selalu berusaha untuk menghindari kesalahan. Atau, apabila kita terjerumus kembali dalam kesalahan kemudian
kita bertaubat kembali, demikian seterusnya hingga kita akan merasa malu
terhadap Allah setelah berkali-kali bertaubat.
Menurut Khalid bin abdul Aziz Al-Jubair (2007)
banyak orang yang bisa meninggalkan kebiasaan buruknya melalui cara ini.
Mudah-mudahan kita juga bisa melakukannya. Selain itu, menurut Albasyah (2005) untuk memelihara “kesadaran”
agar tetap tinggi, kita perlu mencoba langkah berikut ini dengan konsisten,
yaitu: Setiap akan meninggalkan rumah, kita coba merenung sejenak untuk:
1.
Bertekad dengan segenap kesungguhan hati akan mengontrol nafsu dan
akan bertindak sesuai dengan “aturan main” Allah, baik pada jalur hablum
minallah maupun pada jalur hablum minanas,
2.
Menyadari (mengantisipasi) bahwa sepanjang hari ini akan
menghadapi ujian-ujian Allah, seperti: bergunjing, berprasangka buruk, dengki,
malas shalat, ataupun diperlakukan tidak baik.
Insya Allah kita semua merupakan orang-orang
yang bertakwa, yang dalam menempuh hidup ini memiliki visi yaitu untuk
mendapatkan ridha Illahi, sehingga bisa melakukan muhasabah.
Imam Hasan Al-Bashri berkata: “Seorang
mukmin adalah panglima untuk dirinya sendiri, ia mengatur dan menginspeksi
dirinya sendiri karena mengharapkan keridhaan Allah SWT”. Oleh karena itu, sudah
selayaknya bagi seorang hamba untuk bersikap objektif terhadap dirinya sendiri.
Jika dia melihat dirinya melakukan kekeliruan, hendaknyalah dia
menanggulanginya dengan cara meninggalkannya, melakukan taubat yang bersih, dan
berpaling dari semua hal yang menyebabkan dia melakukan kesalahan tersebut.
Jika setiap individu bisa memperbaiki diri,
insya Allah akan tercipta keluarga, masyarakat, institusi, negara yang baik
pula. Rasulullah SAW membagi manusia
dalam 3 golongan:
ü Golongan
beruntung, jika hari ini lebih baik dari hari kemarin.
ü Golongan
merugi, jika hari ini sama dengan hari kemarin.
ü Golongan
celaka, jika hari ini lebih buruk daripada hari kemarin.
Semoga hari demi hari yang kita lewati
bersama-sama ini, menjadi awal menuju perbaikan diri.
Amin Ya Robbal Alamin.
No comments:
Post a Comment